Minggu, 25 Agustus 2013

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN METABOLISME PADA SISTEM MUSKULOSKELETAL




  1. Asuhan keperawatan pada pasien Gout/Pirai
Gout adalah peradangan akibat adanya endapan kristal asam urat pada sendi dan jari.
Patofisiologi
Adanya gangguan metabolisme purin dalam tubuh, intake bahan yang mengandung asam urat tinggi, dan sistem ekskresi asam urat yang tidak adequat akan menghasilkan akumulasi asam urat yang berlebihan di dalam plasma darah (Hiperurecemia), sehingga mengakibatkan kristal asam urat menunpuk dalam tubuh. Penimbunan ini menimbulkan iritasi lokal dan menimbulkan respon inflamasi.
Hiperurecemia merupakan hasil:
-          meningkatnya produksi asam urat akibat metabolisme purine abnormal
-          menurunnya ekskresi asam urat
-          kombinasi keduanya
Gout sering menyerang wanita post menopouse usia 50 – 60 tahun. Juga dapat menyerang laki-laki usia pubertas dan atau usia di atas 30 tahun. Penyakit ini paling sering mengenai sendi metatrsofalangeal, ibu jari kaki, sendi lutut dan pergelangan kaki.

Pengkajian Keperawatan
Riwayat Keperawatan
-          Usia
-          Jenis kelamin
-          nyeri (pada ibu jari kaki atau sendi-sendi lain)
-          kaku pada sendi
-          aktivitas (mudah capai)
-          diet
-          keluarga
-          pengobatan
-          pusing, demam, malaise, dan anoreksi
-          takikardi
-          pola pemeliharaan kesehatan
-          penyakit batu ginjal

Pemeriksaan fisik
-          identifikasi tanda dan gejala yang ada peda riwayat keperawatan
-          nyeri tekan pada sendi yang terkena
-          nyeri pada saat digerakkan
-          area sendi bengkak (kulit hangat, tegang, warna keunguan)
-          denyut jantung berdebar
-          identifikasi penurunan berat badan

Riwayat Psikososial
-          cemas dan takut untuk melakukan kativitas
-          tidak berdaya
-          gangguan aktivvitas di tempat kerja

Pemeriksaan diagnostik
-          asam urat
-          sel darah putih, sel darah merah
-          aspirasi sendi terdapat asam urat
-          urine
-          rontgen

Diagnosa Keperawatan
1.      Gangguan rasa nyaman nyeri b.d adanya radang pada sendi
2.      Gangguan mobilitas fisik b.d adanya nyeri sendi
3.      Potensial terjadi perubahan pola miksi b.d adanya batu atau insufisiensi ginjal
4.      Kurang pengetahuan tentang pengobatan dan perawatan di rumah
5.      Gangguan integritas kulit b.d tophi (tofi)
6.      Resiko : nyeri b.d batu ginjal

Perencanaan dan Implementasi
  1. Gangguan rasa nyaman nyeri
Klien akan menunjukkan tingkat kenyamanan yang lebih baik (rasa nyeri berkurang)
-          Istirahatkan sendi yang sakit dan berikan bantal dibawahnya
-          Berikan kompres hangat
-          Hindarkan factor penyebab munculnya iritasi pada tofi
-          Berikan obat sesuai program
-          Monitor efek samping obat

  1. Gangguan mobilitas fisik
Pasien akan meningkatkan aktivitas sesuai kemampuan
-          anjurkan pasien untuk melakukan gerakan-gerakan bila tidak ada rasa nyeri
-          Lakukan ambulasi dengan bantuan missal dengan menggunakan “walker” atau tongkat
-          Lakukan ROM secara berhati-hati

  1. Kurang pengetahuan
Pasien dan keluarga akan meningkat pemahaman tentang penyakit gout dan cara perawatannya
-          Jelaskan proses perjalanan penyakit
-          Berikan jadwal/program pengobatan (nama obat, dosis, tujuan dan efek samping)
-          Diskusikan pentingnya diit yang terkontrol


  1. Asuhan keperawatan pada pasien Osteoporosis
Osteoporosis adalah gangguan metabolisme tulang berhubungan dengan usia ditandai adanya demineralisasi tulang yang berakibta menurunnya kepedatan tulang dan fraktur.

Patofisiologi
Masa tulang atau kepadatan tulang mencapai puncak pada usia 30- 35 tahun. Setelah mencapai puncak, tulang akan kehilangan Kalsium dari kortek, jaringan padat, lama kelamaan tulang keropos dan patah. Masa tulang akan menurun secara cepat pada masa postmenopouse
Diperkirakan 50% wanita usia lebih dari 65 tahun memiliki gejala osteoporosis. Osteoporosis dibedakan menjadi dua:
1.      Osteopoprosis primer (paling umum) dibedakan menjadi dua (post menopouse terjadi pada usia 55 - 65 tahun & Senil osteoporosis terjadi pada lansia usia > 65 tahun)
2.      Osteoporosis sekunder diakibatkan oleh kondisi medis seperti hiperparathyroid, penggunaan kortikosteroid dalam waktu lama dan lain-lain.
Patofisiologi secara pasti masih belum diketahui, namum diperkirakan oleh karena terjadinya penurunan aktivitas osteoblast dan peningkatan osteoklast

Etiology
Penyebab osteoporosis belum diketahui secara pasti, namun diidentifkiasi beberapa factor resiko memiliki andil terhadap terjadinya osteoporosis:
-          lebih banyak terjadi pada wanita kulit pu tih, sesudah menopouse
-          kurus
-          latihan tidak teratur
-          malabsorbsi
-          diit
-          kekurangan protein
-          kekurangan protein
-          alcohol
-          rokok
-          kafein
-          Heriditer
-          Usia Lanjut

Pencegahan
Ditujukan untuk meminimalisasi factor resiko yang mungkin, penekanannya adalah pada 3 faktor yaitu pengobatan, diet, dan latihan

Pengkajian
Riwayat Kesehatan
-          usia, jenis kelamin, suku
-          bentuk tubuh, Tinggi badan dan Berat Badan
-          paparan dengan sinar matahari, rokok, penggunaan alcohol dan rokok
-          Diit (Calcium dan Vitamin D)
-          Latihan rutin dan type latihan
-          Kesehatan sekarang (pengelolaan medis sekarang)
-          Pengobatan dahulu dan sekarang
-          Keluarga
-          Riwayat jatuh atau pergerakan yang tiba-tiba
-          Nyeri punggung atau panggul
-          Adanya rasa nyeri tekan pada daerah bawah thorak, lumbal

Riwayat Psikososial
-          adanya gangguan body image
-          ketidakmampuan untuk duduk secara fit
-          perubahan pola seksual
-          perubahan status psikologi
-          cemas dan takut terhadap program pengobatan

Pemeriksaan Fisik
Lakukan penekanan pada punggung apakah ada nyeri tekan
Adanya nyeri pergerakan
Amati adanya kelainan bentuk
Periksa mobilitas

Test Laborat
Tidak ada test laborat definitive untuk menegakkan diagnosa osteoporosis primer.
Test yang dilakukan untuk menegakkan diagnosa osteoporosis sekunder atau gangguan metabolisme tulang adalah serum Calcium, Vit D, Posfor, Alkaline Phosfatase, Calcium dalam Urine, Serum protein, fungsi thyroid.
Test radiology ( CT)
Biopsi tulang

Diagnosa Keperawatan
1.      Potensial cedera (fraktur) b.d demineralisasi, jatuh
2.      Gangguan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot, disfungsi, nyeri otot
3.      Nyeri b. d fraktur
4.      Intoleran terhadap aktivitas b.d nyeri dan gangguan mobilitas fisik
5.      Cemas b.d takut akan terjadi fraktur ulang
6.      Konstipasi b.d khyposis berat
7.      Tidak efektifnya pola nafas b.d. rusaknya tulang belakang
8.      Tidak efektifnya koping individu b.d. perkembangan penyakit kronik, perubahan bentuk tubuh
9.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d tdak adequatnya intake Calcium
10.  Gangguan body image b.d kelainan bentuk tulang belakang
11.  Gangguan disfungsi seksual b.d nyeri punggung
12.  Kurang pengetahuan b.d pengelolaan atau program treatmen

Potensial cedera (fraktur) b.d demineralisasi, jatuh

Tujuan: klien tidak akan mengalami jatuh dan fraktur akibat jatuh
-          identifikasi dan hindari lingkungan yang memiliki potensial bahaya
-          Ciptakan lingkungan yang bebas dari bahaya untk klien selama di rumah sakit
-          Sediakan support ambulasi bila diperlukan
-          Ketika membantu melakukan ADL, cegah klien dari bahaya kecelakaan
-          Anjurkan untuk tidak melakukan gerakan yang tiba-tiba, tidak mengangkat benda berat
-          Ajarkan pentingnya mengkonsumsi makanan yang dapat mengurangi keparahan osteoporosis
-          Jelaskan tentang efek samping merokok

Gangguan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot, disfungsi, nyeri otot

Tujuan: Klien akan meningkatkan mobilitas fisik sampai batas tidak tergantung dalam memenuhi ADL
-          Konsultasikan pada ahli therapy fisik
-          Beritahu dan ajarkan pentingnya latihan
-          Konsultasikan dengan okupasiterapi
-          Ajarkan cara-cara menggunakan alat bantu gerak

Nyeri b. d fraktur vertebrae

Tujuan: Klien akan turun tingkat nyerinya dan tidak tergantung dalam perawatan dirinya
-          kaji perlunya digunakan obat anti nyeri
-          Pertahankan alat yang digunakan untuk memfiksasi fraktur vertebrae
-          Kaji kulit dimana alat dipasang dapat menekan
-          Pasang letakkan secara tepat alat yang ada ketika pasien akan bangun dari tempat tidur
-          Gunakan lotion untuk mengurangi rasa nyeri bila perlu

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN DEGENERASI PADA SISTEM MUSKULOSKELETAL

Asuhan keperawatan pada pasien dengan Osteoartrosis

Pengertian
Osteoartrosis/Osteoarthritis atau Degenerative Joint Disease merupakan penyakit kronik noninflamatory degeneration) dan bukan penyakit sistemik yang mengenai tulang dan tulang didekatnya.
Penyakit ini dapat mengenai satu sendi pada paha dan lutut namun dapat pula terjadi pada tulang belakang pada bagian servikal dan lumbosakral, interfalangeal, sendi bahu, dan sendi siku.

Penyebab
Secara pasti penyebab osteoartrosis belum diketahui , namun penyakit ini berhubungan dengan proses ketuaan, trauma, obesitas, stress mekanik, kelainan bawaan, dan kelainan-kelainan metabolic.

Pathofisology
Osteoartrosis ditandai dengan kerusakan dan atau hilangnya secara bertahap jaringan lunak sendi bagian tengah maupun tepi. Dapat berupa Osteoartrosis primer maupun sekunder.
Trauma baik ektrensik maupun intrisk pada kartilago dapat menyebabkan osteoartrosis. Trauma extrensik yaitu akibat adanya fraktur atau ruptur ligamen sedangkan trauma intrisik berupa adanya perubahan metabolisme sendi yang pada akhirnya mengakibatkan tulang rawan mengalami erosi dan kehancuran, tulang menjadi tebal, dan terjadi penyempitan rongga sendi yang menyebabkan nyeri, kaku, kerepitasi, deformitas, adanya hipertrofi atau nodul apad tangan.


Trauma


Perubahan metabolisme sendi

Kerusakan pada membran dan cairan sinovial            Kerusakan pada kartilago matrik

Perubahan fungsi sendi

Nyeri

Stres persendian          Fibrosis kapsuler         kontraktur otot                        Deformitas sendi




Pengkajian

Riwayat Kesehatan
-          usia dan jenis kelamin
-          Riwayat pekerjaan
-          Riwayat trauma
-          Olah raga yang ditekuni saat ini maupun masa lalu
-          Riwayat obesitas
-          Riwayat keluaraga terkait dengan arthritis
-          Penyakit lain yang dialami

Pemeriksaan fisik
-          keluhan utama : nyri sendi (hilang pada istirahat dan meningkat saat aktifitas lama-lama saat istirahat)
-          Kekakuan otot
-          Krepitus
-          Merasakan sendi menebal, kaku
-          Sendi menebal karena hypertrofi
-          Heberden’s node (pada sendi distal interfalangeal)
-          Bouchard’s nodes (pada sendi proksimal interfalangeal)
-          Kemerahan pada sendi
-          Gangguan mobilitas
-          Gangguan ADL




 

Minggu, 11 Agustus 2013

Asuhan Keperawatan Bronkitis



A.  Definisi

Bronkitis adalah suatu peradangan dari bronkioli, bronkus dan trakea oleh berbagai sebab (Purnawan Junadi; 1982; 206).
Bronkitis akut adalah penyakit infeksi saluran nafas akut (inflamasi bronkus) yang biasanya terjadi pada bayi dan anak yang biasanya juga disertai dengan trakeitis (Ngastiyah; 1997; 36).
Bronkitis biasa juga disebut dengan laringotrakeobronkitis akut atau croup dan paling sering menyerang anak usia 3 tahun (Ngastiyah; 1997; 37).  

B.  Etiologi
Bronkitis akut biasanya sering disebabkan oleh virus seperti Rhinovirus, Respiratory Syncitial virus (RSV), virus influenza, virus para influenza, dan coxsackie virus. Bronkitis akut juga dapat dijumpai pada anak yang sedang menderita morbilli, pertusis dan infeksi mycoplasma pneumoniae (Ngastiyah; 1997; 37).
Penyebab lain dari bronkitis akut dapat juga oleh bakteri (staphylokokus, streptokokus, pneumokokus, hemophylus influenzae). Bronkitis dapat juga disebabkan oleh parasit seperti askariasis dan jamur (Purnawan Junadi; 1982; 206).
Penyebab non infeksi adalah akibat aspirassi terhadap bahan fisik atau kimia. Faktor predisposisi terjadinya bronkitis akut adalah perubahan cuaca, alergi, polusi udara dan infeksi saluran nafas atas kronik memudahkan terjadinya bronkitis (Ngastiyah; 1997; 37).

C.  Pathofisiologi
Virus dan kuman biasa masuk melalui “port de entry” mulut dan hidung “dropplet infection” yang selanjutnya akan menimbulkan viremia/ bakterimia dengan gejala atau reaksi tubuh untuk melakukan perlawanan.


 





















(Purnawan Junadi; 1982; 207).

D.  Manifestasi klinik
1.    Tanda toksemi   : Malaise, demam, badan terasa lemah, banyak keringat “Diaphoresis”, tachycardia, tachypnoe.
2.    Tanda iritasi       : Batuk, ekspektorasi/ peningkatan produksi sekret, rasa sakit dibawah sternum
3.    Tanda obstruksi : sesak nafas, rasa mau muntah.
E.  Prognosis
Bila tidak ada komplikasi prognosis bronkitis akut pada anak umumnya baik. Pada bronkitis akut yang berulang dan bila anak merokok (aktif atau pasif) maka dapat terjadi kecenderungan untuk menjadi bronkitis kronik kelak pada usia dewasa (Ngastiyah; 1997; 37).

F.   Penatalaksanaan dan terapi

Untuk terapi disesuaikan dengan penyebab, karena bronkitis biasanya disebabkan oleh virus maka belum ada obat kausal. Obat yang diberikan biasanya untuk mengatasi gejala simptomatis (antipiretika, ekspektoran, antitusif, roburantia). Bila ada unsur alergi maka bisa diberikan antihistamin. Bila terdapat bronkospasme berikan bronkodilator.
Penatalaksanaannya adalah istirahat yang cukup, kurangi rokok (bila merokok), minum lebih banyak daripada biasanya, dan tingkatkan intake nutrisi yang adekuat.
Bila pengobatan sudah dilakukan selama 2 minggu tetapi tidak ada perbaikan maka perlu dicurigai adanya infeksi bakteri sekunder dan antibiotik boleh diberikan. Pemberian antibiotik adalah 7-10 hari, jika tidak ada perbaikan maka perlu dilakukan thorak foto untuk menyingkirkan kemungkinan kolaps paru segmental dan lobaris, benda asing dalam saluran pernafasan dan tuberkulosis.

G. Pengkajian
1.    Riwayat penyakit masa lalu
Faktor pencetus timbulnya bronkitis (infeksi saluran pernafasan atas, adanya riwayat alergi, stress).
Frekwensi timbulnya wheezing, lama penggunaan obat-obat sebelumnya (paling akhir), riwayat asthma, adanya faktor keturunan terhadap alergi.
2.    Pemeriksaan fisik
Peningkatan usaha dan frekwensi pernafasan, penggunaan otot bantu pernafasan (mungkin didapatkan adanya bentuk dada barrel/ tong), suara nafas (rales, ronchi, wheezing), peningkatan tekanan darah dan denyut nadi, menunjukkan tanda dari terjadinya “failure respiratory” seperti diaporesis, kelelahan, penurunan kemampuan bereaksi “decreased responsiveness”  dan cyanosis. Turgor kulit, ubun-ubun besar.
Perubahan pada pemeriksaan gas darah, perubahan pada eosinopil (pada hitung jenis darah), pemeriksaan pada foto thoraks.
3.    Faktor pertumbuhan dan psikososial
Usia, seberapa jauh faktor pencetus mempengaruhi kehidupan sosial penderita, tingkat pengetahuan keluarga dan klien terhadap regimen pengobatan yang diberikan, mekanisme koping keluarga dan klien, kebiasaan yang dikaitkan dengan kenyamanan klien (waktu tidur, waktu istirahat dan benda kesayangan). Pengalaman dirawat di rumah sakit sebelumnya, kerabat keluarga dengan riwayat asthma.
4.    Pengetahuan klien dan keluarga
Pengetahuan keluarga tentang pengobatan yang diberikan (nama, cara kerja, frekwensi, efek samping dan tanda-tanda terjadinya kelebihan dosis). Pengobatan non farmakologis “non medicinal  intervenstions” seperti olahraga secara teratur serta mencegah kontak dengan alergen atau iritan (jika diketahui penyebab alergi), support sistem, kemauan dan tingkat pengetahuan keluarga.

H.  Diagnosa keperawatan dan intervensi

1.    Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan bronchospasme, edema mukosa, akumulasi mukus.
Tujuan:
Jalan nafas bersih dan patent setelah mendapat tindakan keperawatan, dengan kriteria:
Pada saat bernafas tidak menggunakan otot-otot bantu, frekwensi nafas dalam batas normal, suara nafas bronchovesikuler.
Intervensi:
a.    Jelaskan pada klien dan keluarga beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan proses pengeluaran sekret.
R/ Pengetahuan yang memadai memungkinkan keluarga dan klien kooperatif dalam tindakan perawatan.
b.    Anjurkan kepada klien dan keluarga agar memberikan minum lebih banyak  dan hangat kepada klien.
R/ Peningkatan hidrasi cairan akan mengencerkan sekret sehingga sekret akan lebih mudah dikeluarkan.
c.    Lakukan fisioterapi nafas dan latihan batuk efektif
R/ Fisoterapi nafas melepaskan sekret dari tempat perlekatan, postural drainase memudahkan pengaliran sekret, batuk efektif mengeluarkan sekret secara adekuat.



d.   Kolaborasi dalam pemberian ekspektoran.
R/ Ekspektoran mengandung regimen yang berfungsi untuk mengencerkan sekret agar lebih mudah dikeluarkan.
e.    Observasi: Pernafasan (rate, pola, penggunaan otot bantu, irama, suara nafas, cyanosis), tekanan darah, nadi, dan suhu.
R/ Tanda vital merupakan indikator yang dapat diukur untuk mengetahui kecukupan suplai oksigen.

2.    Resiko gangguan keseimbangan cairan (defisit) berhubungan dengan penurunan intake oral, dyspnoe, tacypnoe.
Tujuan:
Tidak terjadi gangguan keseimbangan cairan selama dalam masa perawatan dengan kriteria:
Produksi urine dalam batas normal, tekanan darah dalam batas normal, denyut nadi dalam batas normal dan teraba penuh, ubun-ubun besar datar, mata tidak cowong.
Intervensi:
a.    Jelaskan pada klien dan keluarga tentang manfaat dari pemberian minum yang adekuat.
R/ Pengetahuan yang memadai memungkinkan keluarga dan klien kooperatif terhadap tindakan keperawatan.
b.    Anjurkan kepada keluarga untuk memberikan minum yang adekuat.
R/ Intake cairan yang adekuat mencegah timbulnya defisit cairan.
c.    Kolaborasi  dalam pemberian cairan perparenteral.
R/ anak yang mengalami dyspnoe akan mengalami kesulitan dalam asupan perenteral/ per os.

d.   Observasi intake dan output
R/ mengetahui sejak dini dengan menghitung secara tepat agar tidak terjadi defisit cairan.
e.    Observasi tanda vital dan produksi urine serta keadaan umum.
R/ Gangguan keseimbangan cairan dalam tubuh dapat mengakibatkan per- ubahan pada tanda vital, produksi urine.

3.    Hipertermi berhubungan dengan bakterimia, viremia
Tujuan:
Suhu tubuh dalam batas normal setelah mendapat tindakan keperawatan dengan kriteria:
Suhu tubuh dalam batas normal, tekanan darah dalam batas normal, nadi dan respirasi dalam batas normal.
Intervensi:
a.    Jelaskan pada keluarga tindakan perawatan yang akan dilakukan.
R/ Pengetahuan yang memadai memungkinkan klien dan keluarga kooperatif terhadap tindakan keperawatan.
b.    Berikan kompres.
R/ Penurunan panas dapat dilakukan dengan cara konduksi melalui kompres.
c.    Anjurkan kepada keluarga dan klien untuk minum lebih banyak.
R/ Hidrasi cairan yang cukup dapat menurunkan suhu tubuh.
d.   Anjurkan kepada keluarga untuk memakaikan baju yang tipis dan menyerap keringat untuk klien.
R/ Penurunan suhu dapat dilakukan dengan tehnik evaporasi.
e.    Kolaborasi dalam pemberian antipiretik.
R/ Antipiretik mengandung regimen yang bekerja pada pusat pengatur suhu di hipotalamus.
f.     Observasi tanda-tanda vital.
R/ Peningkatan suhu tubuh mencerminkan masih adanya bakterimia, viremia

4.    Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan rasa nausea, vomiting, malaise.
Tujuan:
Nutrisi terpenuhi secara adekuat setelah mendapat tindakan keperawatan dengan kriteria:
Berat badan dalam batas normal, terjadi peningkatan berat badan, klien mau menghabiskan makanan yang disajikan.
Intervensi:
a.    Jelaskan pada klien dan keluarga tentang manfaat dari nutrisi yang adekuat.
R/ Pengetahuan yang memadai memungkinkan klien dan keluarga kooperatif terhadap tindakan perawatan yang diberikan.
b.    Sajikan makanan dalam keadaan hangat dan menarik.
R/ Merangsang peningkatan nafsu makan pada fase sefal.
c.    Berikan makanan dengan porsi sedikit tapi sering.
R/ Dilatasi lambung yang berlebihan merangsang rasa mual dan muntah.
d.   Kolaborasi dalam pemberian vitamin/ roboransia.
R/ Roboransia memberikan efek dalam peningkatan nafsu makan.
e.    Observasi kemampuan klien dalam menghabiskan makanan, berat badan.
R/ Deteksi dini terhadap perkembangan klien.

5.    Kecemasan berhubungan dengan rasa sesak, penggunaan alat-alat medis yang asing (tak dikenal).
Tujuan:
Rasa cemas berkurang setelah mendapat penjelasan dengan kriteria:
Klien mengungkapkan sudah tidak takut terhadap tindakan perawatan, klien tampak tenang, klien kooperatif.
Interevensi:
a.    Jelaskan pada klien setiap tindakan yang akan dilakukan.
R/ Penjelasan yang memadai memungkinkan klien kooperatif terhadap tindakan yang akan dilakukan.
b.    Berikan motivasi pada keluarga untuk ikut secara aktif dalam kegiatan perawatan klien.
R/ Peran serta keluarga secara aktif dapat mengurangi rasa cemas klien.
c.    Observasi tingkat kecemasan klien dan respon klien terhadap tindakan yang telah dilakukan.
R/ Deteksi dini terhadap perkembangan klien.

6.    Kurang pengetahuan (pengobatan asthma, olah raga, alergen) berhubungan dengan terbatasnya informasi
Tujuan:
Keluarga memiliki pengetahuan yang cukup setelah mendapatkan penjelasan dengan kriteria:
Keluarga mampu menjelaskan lagi tentang pengobatan dan penatalaksanaan pada klien Bronchitis dengan menggunakan bahasanya sendiri.
Intervensi:
a.    Jelaskan pada keluarga tentang pengobatan Bronchitis pada anak.
R/ Pengetahuan yang memadai memungkinkan klien dan keluarga mengerti tujuan dilakukannya pemberian terapi/ pengobatan.
b.    Jelaskan pada keluarga tentang olahraga yang dapat dilakukan.
R/ Olahraga ringan dapat membantu meningkatkan compliance paru.
c.    Jelaskan pada keluarga tentang efek samping penggunaan obat-obatan.
R/ Mencegah terjadinya komplikasi akibat efek samping pengobatan.
d.   Observasi pengetahuan keluarga tentang penjelasan yang diberikan oleh petugas.
R/ Kemampuan keluarga dalam memberikan penjelasan mencerminkan tingkat pemahaman keluarga.